Om
Swastyastu,
Om
Awighnam Astu Namo Sidham,
Om
Siddhirastu Tat Astu Swaha,
Om
Anno Bhadrah Krattavo Yantu Visvattah.
PENDAHULUAN
Keyakinan
yang mutlak merupakan rahasia keberhasilan spiritual. Belakangan para ilmuwan
pun mengatakan, ”Scientist do not believe
in our eyes” (para ilmuwan tidak percaya pada kedua mata fisik ini). Karena
mereka tahu ada kebenaran yang lebih tinggi yang belum mereka ketahui. Kita
dapat melihat sesuatu karena ada cahaya. Cahaya adalah gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan oleh matahari atau lampu. Cahaya merupakan
suatu bentuk energi yang berupa gelombang dengan frekuensi tertentu.
Di
hadapan manusia lain, kita seringkali membanggakan (menyombongkan) diri dan memperlihatkan
kekuasaan-kekuasaan kecil yang kita miliki. Menonjolkan diri sendiri dan
menganggap orang lain tak berarti. Meninggikan diri sendiri dan merendahkan
orang lain, memuji diri sendiri dan mencemooh orang lain. Seolah-olah kitalah
penentu segala-galanya, yang paling tahu dan paling hebat di antara semuanya.
Akan tetapi, ketika kita berhadapan dengan Tuhan, semua kesombongan itu
tiba-tiba menjadi runtuh. Di hadapan-Nya kita merasa tak berdaya. Di
hadapan-Nya kita tak lebih dari makhluk lemah yang hina, papa, dan penuh
kenestapaan. Oleh karenanya kita pun lalu memanjatkan doa agar dibebaskan dari
semua kesengsaraan serta dianugerai kedamaian dan kebahagiaan yang kekal.
Dibandingkan
dengan Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Agung, Maha Kasih, dan maha
segala-galanya, kita merasa kecil bagai debu yang tak berarti. Kekuasaan kita
yang kecil tak berarti apa-apa. Pengetahuan kita yang terbatas pun tak mampu
berbuat banyak. Lalu apa yang harus kita sombongkan? Apabila Ia berkehendak
mengambil semua milik kita termasuk hidup kita sendiri, apa yang bisa kita
lakukan? Bila maut datang menjemput tak seorang pun mampu mengelakkannya. Semua
harta benda yang kita kumpulkan tak bisa menyertai kita, orang-orang yang kita
cintai pun hanya bisa mengantar sampai ke kuburan. Satu-satunya yang mengiringi
kita adalah buah perbuatan kita di dunia ini. Daripada mengejar
kesenangan-kesenangan dunia yang sementara (dan membawa konsekuensi
penderitaan), alangkah baiknya jika kita memiliki kepasrahan total pada Tuhan.
Beliau jauh lebih tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang baik buat kita.
Dengan menumpahkan seluruh bakti kita kepada Tuhan dan memasrahkan semua pada
kehendak-Nya niscaya Beliau akan senantiasa melindungi kita dan mengambil alih
semua beban yang menggelayuti kita. Sebagaimana telah dijanjikan sendiri
oleh Tuhan dalam Bhagawad Gita, IX.22:
”Bersujudlah hanya pada-Ku,
renungkan Aku selalu, akan Kuberikan segala apa yang belum engkau miliki dan
Kujaga segala apa yang engkau miliki.”
Bila
kita pasrahkan hidup kita hanya pada Tuhan maka kita takkan memiliki ketakutan
akan apa pun. Tuhan akan menanggung semua beban. Tuhan akan melindugi kita
selalu. Bila kita memiliki kepasrahan total pada Tuhan, geledek pun akan lewat
dengan tenang di sisi kita.
PIKIRAN
JANGAN MENDUA
Dalam
Mahabharata kita tahu bahwa Drupadi hendak ditelanjangi oleh Dursasana dalam
sebuah sidang agung di istana Hastinapura. Setelah gagal memperoleh
perlindungan dari sang suami (Panca Pandawa) dan sang kakek Bhisma, maka
satu-satunya harapannya tinggal pada Sri Kresna, Sang Titisan Wisnu. Drupadi
lalu memanjatkan doa memohon pertolongan Sri Krisna. Namun, pertolongan Sri Krisna
datangnya begitu terlambat sehingga hampir saja Drupadi berhasil dipermalukan.
Mengapa hal itu terjadi? Sesungguhnya yang terjadi adalah,
ketika pertama berdoa pikiran Drupadi masih mendua antara menahan tarikan pada
kainnya dan memusatkan pikiran pada Sri Krisna. Begitu tinggal satu tarikan
lagi, dia pasrahkan semuanya pada Krisna, ia cakupkan kedua tangannya memanggil
nama Tuhan dengan
sepenuh hati. Saat itu juga pertolongan datang, kain Drupadi bertambah panjang
tak habis-habisnya.
Kepasrahan
total juga diperlihatkan oleh Arjuna sehingga Arjuna terpilih menjadi instrumen
atau alat Tuhan untuk menegakkan kebenaran.
Suatu
hari Krisna dan Arjuna berjalan di sepanjang jalan terbuka. Ketika melihat
burung melintas di udara, Krisna bertanya pada Arjuna,
”Apakah itu
seekor merpati?” Arjuna menjawab, ”Ya, itu seekor merpati.”
Kembali
Krisna bertanya, ”Apakah itu elang?” Arjuna
menjawab, ”Ya, itu burung elang.” ”Bukan
Arjuna, itu tampaknya seperti gagak bagi-Ku. Bukankah itu gagak?” tanya
Krisna. Arjuna menjawab, ”Maaf, tak dapat
disangsikan lagi itu memang gagak.”
Krisna tertawa
dan menegur Arjuna karena menyetujui saran apa pun yang dikatakan-Nya. Arjuna
berkata, ”Bagiku kata-kata-Mu jauh lebih
berbobot daripada apa yang terlihat di mataku. Engkau dapat menjadikannya
seekor gagak, merpati, dan elang. Jika Kau menyebutnya gagak, pastilah
demikian.”
Keyakinan
yang mutlak seperti inilah yang merupakan rahasia keberhasilan spiritual.
Belakangan para ilmuwan pun mengatakan, ”Scientist
do not believe in our eyes” (para ilmuwan tidak percaya pada kedua mata
fisik ini). Karena mereka tahu ada kebenaran yang lebih tinggi yang belum
mereka ketahui. Kita dapat melihat sesuatu karena ada cahaya. Cahaya adalah
gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh matahari atau lampu. Cahaya
merupakan suatu bentuk energi yang berupa gelombang dengan frekuensi tertentu.
Jika frekuensinya berubah maka bentuk sinarnya pun bisa berubah. Misalnya
menjadi sinar X, infra merah dan sebagainya.
Kita
dapat melihat benda-benda karena ada cahaya yang masuk melalui lensa mata kita
dan diterima oleh pusat saraf penglihatan. Inilah yang menyebabkan kita bisa
melihat orang-orang di sekitar kita. Betapa cantik dan gagahnya mereka. Tetapi
seandainya frekuensi gelombang cahaya tadi berubah sehingga yang timbul Sinar X, apa yang akan tampak
oleh kita? Bukan lagi orang seperti yang kita lihat tadi, melainkan hanya
tulang-tulang rangka belaka. Tidak ada lagi senyuman, tidak ada lagi kecantikan
atau keindahan. Karena kemurahan hati Tuhan jualah kita dapat menyaksikan
keindahan ciptaan-Nya di dunia ini. Maka, pasrahkanlah segala sesuatunya kepada
Tuhan.
Jangan
pasrah berpikir bahwa kebaktian atau pemujaan adalah pakaian seragam yang kita
tanggalkan begitu selesai sembahyang. Yang terpenting adalah, What’s next?, apa yang kita lakukan
setelah proses sembahyang itu selesai. Percuma jika kita rajin bersembahyang,
tetapi serajin itu pula berbuat yang asubha
karma (tidak baik). Jadilah seperti lebah yang selalu mengisap sari madu
bunga-bungaan, jangan menjadi lalat yang sesaat kemudian
menuju sampah yang busuk.
Mungkin
kita berpikir bahwa meditasi adalah sikap duduk dengan aturan-aturan tertentu.
Tetapi pada saatnya nanti kita akan sadar bahwa setiap saat adalah meditasi
pada Tuhan. Apa pun yang kita lakukan setiap saat bila semua itu dipersembahkan sebagai
pemujaan pada Tuhan maka setiap detik dalam hidup kita adalah meditasi.
“Om Dewa Suksma Parama Achintya
Ya Namah Swaha,
Om
Sarwa Karya Prasidhantam,
Om
Santi, Santi, Santi Om.
Penulis: Ni
Luh Putu Sri Astini, S.Pd.H, Guru Agama Hindu pada SDN
Bertingkat Naikoten Kota
Kupang
2 komentar:
Terima kasih atas tulisan ibu...sebagai bahan renungan
Terima kasih atas tulisan ibu...sebagai bahan renungan
Posting Komentar
Kami sangat berterima kasih kepada Anda yang berkenan menyampaikan komentar