Melasti Tawur Kasanga

Meningkatkan bhakti, menghanyutkan penderitaan masyarakat, menghilangkan papa klesa, dan mencegah kerusakan alam

Ngiring Prawatek Dewata

Melakukan perjalanan suci menuju sumber air seperti laut atau mata air lainnya yang memiliki nilai sakral

Anganyutaken Laraning Jagat

Membangkitkan spiritualitas untuk berusaha menghilangkan kesengsaraan hidup di bumi secara ragawi dan rohani

Anganyutaken Papa Klesa

Membinasakan kepapaan yang disebabkan oleh oleh awidya, asmita, raga, dwesa dan abhiniwesa

Anganyuntaken Letuhing Bhuwana

Menjaga kelestarian alam semesta dengan membersihkan pencemaran pertiwi, apah, bayu, teja, dan akasa

Senin, 30 Desember 2013

PELANTIKAN PHDI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PHDI Provinsi Nusa Tenggara Timur telah dilantik oleh Ketua Umum, Bapak Mayjen TNI (Purnawirawan) S.N. Suwisma,   didampingi Sekretaris umum, Bapak Ketut Parwata dan wakil sekretaris PHDI Pusat, pada bulan 01 April 2012 di Aula Serbaguna Pura Oebanantha Kupang

SEJARAH SINGKAT PURA “GIRI KERTA BHUANA “ WAIKABUBAK SUMBA BARAT


Pura Giri Kertha Bhuana beralamat di Jalan cedana, RT 10/RW 05, Tanabisa, Kelurahan Sobawawi, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, dibangun di atas tanah seluas 2.909 M2.

Penggagas pendirian Pura yaitu Bapak A.A. MAYUN MATARAM, Bc.IP, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Sumba Barat dan Bapak Mayor Inf. I RAI  KARTA sesepuh Umat Hindu di Kabupaten Sumba Barat.

Pada awalnya tanah tersebut merupakan tanah Khabisu/Ulayat dari Suku TAKU YANGU Kampung Weetabar, Desa Sobawawi, Kecamatan Loli, yang dihibahkan oleh Ketua Suku yang diwakili oleh DJEWU LANGO ama MAGI dan TODA LERO ama LIDA kepada Umat Hindu pada tanggal  15 Oktober  1986.

 Pembangunan Pura dilaksanakan secara bertahap yaitu :
Pembangunan  PADMASANA dan PANGRURAH mulai tanggal 19 Oktober s/d 21 Nopember 1989. Diselesaikan dalam waktu 34 hari. Selanjutnya, pada Tanggal  27 Desember 1989 (Buda Cemeng Keliwon) upacara “melaspas” Pelinggih PADMASANA dan PANGRURAH, sekaligus sebagai Hari Tegak Odalan Pura dan pemberian nama Pura ‘GIRI KERTA BHUWANA”
Tanggal  23  Agustus s/d 10 Nopember 1991,  membangun  KORI AGUNG dan CANDI BENTAR yang diselesaikan dalam waktu 81 hari

Tanggal  27 Nopember  1991 dilakukan upacara “Melaspas” GELUNG KORI dan CANDI BENTAR.

Tanggal  20 April s/d 7 Mei  1993 membangun tembok penyengker dan BALE PAWEDAN/PIYASAN, yang diselesaikan selama 48 hari.

Selanjutnya upacara Ngenteg Linggih dilakukan pada Tanggal 9 Juni 1993

Sampai saat ini, bangunan yang ada di UTAMA MANDALA adalah PADMASANA, Pengrurah, dan Bale Pawedan, di MADYA MANDALA sudah ada bangunan BALE GONG, dan di KANISTA MANDALA bangunan yangsudah ada adalah WANTILAN yang digunakan untuk kegiatan Pasraman, RUANG PERPUSTAKAAN, AREA PARKIR dan PERUMAHAN /MESS.
Sumber:
Kadek Swerta,  SMAN 1 Tikep, Desember 2013
suwerta25nov@gmail.com

BELAJAR DARI KEHIDUPAN ANGSA

Om Swastyastu,
Pada saat ini ijinkan saya menyampaikan dharmawacana dengan  judul “Belajar Dari  Kehidupan Angsa” Terlebih dahulu mari kita  berdoa, tundukkan kepala dan hati kita  memohon bimbingan dari tuntunan dari Sang Hyang Widhi Wasa.

Om Asato ma sad gamaya
Tamaso ma jyotir gamaya
Mretyor ma amritham gamaya
Om loka samasta sukhino bhawantu
(Ya Hyang Widhi!Bimbinglah kami dari ketidakbenaran menuju jalan yang benar

Bimbinglah kami dari kegelapan pikiran menuju cahayaMu  yang terang

Bimbinglah kami dari kematian menuju kehidupan yang kekal

Ya Hyang Widhi, semoga semua mahluk hidup berbahagia)

Umat sedharma yang berbahagia. . . . .

Nasihat orang bijak mengatakan bahwa sekolah boleh berakhir, tetapi janganlah berhenti belajar. Sebab alam ini yang maha luas memberikan  pelajaran yang begitu banyak, asalkan kita  mau melihat lebih dalam, merenungkan dan mengambil mutiara-mutiara yang ada di dalamnya. Lihatlah seorang  Gede Prama yang menasihatkan kita agar belajar  dari air, lalu Andrias Harefa menggagas agar kita belajar dari Matahari . Kemudian Stephen Covey mengajarkan  kita belajar dari pertanian, Sarasamuscaya sloka 53 menuturkan agar kita belajar kepada lembu tentang keseimbangan hidup dan kali ini saya mencoba menyampaikan sebuah ilmu dimana kita bisa belajar dari kehidupan hewan yaitu angsa.

Angsa  dalam bahasa sanskerta disebut dengan “hamsa”1.  Menurut Sayana kata hamsa berasal dari kata “han” yang artinya pergi menuju keabadian2. Angsa dalam  ajaran Hindu adalah hewan yang dihormati dan disucikan. Karena kesuciannya angsa dipilih oleh Dewi Saraswati sebagai wahanaNya. Kemudian dalam Dewata Nawa Sangha ,dewa Brahma sebagai penguasa arah selatan juga menggunakan angsa sebagai wahanaNya.

Di bagian belakang  Padmasana tepatnya di atas burung Garuda. Wujud Angsa   digambarkan dengan kedua sayapnya yang mengepak-ngepak.Apa makna sayap yang mengepak-ngepak tersebut? menurut lontar “Indik Tetandingan” wujud angsa dengan sayap mengepak itu adalah simbol dari pada ardha candra, windu, dan nada. Kedua sayap yang mengepak menggambarkan ardha candra, kemudian kepala angsa menggambarkan windu, dan mulut  angsa menggambarkan nada.

Dalam Upanisad di sebutkan juga bahwa: “Atma yang ingin bersatu dengan Brahman itu laksana burung angsa yang mengepak-ngepakkan sayapnya”. Jadi  lukisan angsa pada Padmasana adalah simbol manusia yang ingin kembali kepada Sang Hyang Widhi, yang juga disebutkan amoring acintiya.

Selain suci, angsa juga melambangkan kebijaksanaan, dia mampu berenang tanpa menyebabkan air keruh walaupun kakinya mengayuh badannya dengan begitu cepat.Kemudian angsa dapat membedakan mana makanan dan mana lumpur yang harus dibuang. Angsa adalah  hewan  yang cerdik, tajam pendengarannya,  penuh setia kawan dan selalu hidup harmonis dengan sesamanya.

Umat sedharma yang saya hormati. . . . .

Bagi yang tinggal di negara empat musim seperti Belanda dan Amerika pada saat musim gugur akan terlihat rombongan angsa terbang ke arah selatan untuk menghindari musim dingin. Angsa-angsa tersebut terbang dengan formasi berbentuk huruf “V”(baca ve). Dari formasi tersebut ada  beberapa pelajaran yang dapat dipelajari dan dipraktekkan dalam kehidupan ini  diantaranya:

Pelajaran pertama
 Ketika masing-masing burung angsa mengepakkan sayapnya, ia akan memberikan daya dukung bagi angsa yang terbang tepat di belakangnya. Sehingga angsa yang terbang di belakangnya tidak perlu bersusah payah untuk menembus ‘dinding udara’ di depannya. Dengan terbang dalam formasi “V”(ve), seluruh kawanan angsa dapat menempuh jarak terbang 71% lebih jauh jika dibandingkan kalau  setiap angsa terbang sendirian. Bahkan pada masa migrasinya, angsa-angsa liar bahkan  terbang melebihi gunung-gunung tertinggi di dunia, dan mampu menempuh jarak sampai 1.000 Km dalam sehari (seorang ilmuan telah membuktikan). 

Pertanyaanya, mengapa angsa dapat terbang sehebat itu? Jawabannya ternyata angsa adalah unggas yang memiliki hati lebih besar di bandingkan hewan sejenisnya seperti ayam, bebek dan yang lainnya. Besarnya hati yang dimiliki angsa,  dapat menyuplai darah segar dengan baik, walapun dalam ketinggian yang ekstrim dimana oksigen saat itu sangat minim.

Mengacu pada fakta ini, pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa dalam  kehidupan bermasyarakat ('menyamabraya'), ketika kita bergerak dalam arah dan tujuan yang sama serta saling berbagi dalam komunitas di antara kita, maka apa yang kita ingini akan tercapai dengan lebih cepat dan lebih mudah. Ini terjadi karena kita menjalaninya dengan saling mendorong,saling memotivasi dan saling mendukung satu dengan yang lain. Pekerjaan sebesar apapun kalau kita lakukan secara bersama-sama niscaya akan lebih mudah terlaksana.

Angsa putih selalu bergerak atau terbang secara bersama-sama dalam jumlah yang banyak. 
“Hamso yatha ganam” angsa putih menghendaki bergerak dalam kelompok yang banyak.(Rgveda IX.32.3)3.  
Dalam kebersamaan mencapai tujuan yang utama.

Pelajaran kedua
Jika seekor angsa keluar dari formasi rombongannya, ia akan merasa berat dan sulit terbang sendirian. Lalu  dengan cepat ia akan kembali ke dalam formasi untuk mengambil keuntungan dari daya dukung yang diberikan angsa di depannya.

Pelajaran yang dapat kita peroleh dari fakta ini, adalah: kalau kita tinggal dalam formasi atau lingkungan dengan saudara-saudara kita yang telah berjalan di depan,yang telah maju,yang banyak pengalaman dan lain sebagainya. Maka seyogyanya kita akan mau menerima bantuan dari orang lain dan memberikan bantuan kepada yang lainnya. Sebab kita jauh lebih sulit melakukan sesuatu seorang diri dari pada melakukannya secara bersama-sama atau bergotong royong. Bhagawad Gita III.114 berpesan “Dengan saling memberi engkau akan memperoleh  kebajikan utama” Lebih lanjut Mahesh Yogi seorang guru spiritual berpesan ”bila ingin menerima,kau harus memberi demikianlah hukum alam”. Kesimpulannya menerima dan memberi adalah hukum alamiah dimuka bumi ini.

Pelajaran ketiga
Ketika angsa pemimpin lelah, ia akan  memutar ke belakang formasi, dan angsa lain akan terbang menggantikan posisinya.

Pelajaran yang dapat kita petik untuk kehidupan bersama adalah: dalam melaksanakan pekerjaan besar dan sulit seperti odalan,ngaben dll, perlu adanya pendelegasian wewenang. Tujuan  apa? : 1)agar bawahan mampu melakukan pekerjaan dengan baik, 2)pendelegasian menciptakan kerja tim dan 3)pendelegasian adalah salah satu fungsi dari pembinaan. Seperti halnya angsa, manusia saling bergantung satu dengan lainnya dalam hal kemampuan, kapasitas, dan memiliki keunikan dalam karunia, talenta, atau sumber daya lainnya.Setiap orang ada ahlinya dan setiap ahli ada orangya demikian pesan para bijak.

Pelajaran  keempat
Angsa-angsa yang terbang dalam formasi “V” mengeluarkan suara riuh rendah dari belakang untuk memberikan semangat kepada angsa yang terbang di depan sehingga kecepatan terbang dapat dijaga.

Pelajaran yang dapat dipetik  adalah: kita harus memastikan bahwa suara yang kita berikan akan memberi kekuatan, memotivasi bukan melemahkan. Dalam kelompok yang saling menguatkan, hasil yang dicapai akan menjadi lebih besar dan maksimal. Begitu juga dalam sebuah organisasi banjar misalnya akan terjadi hubungan yang harmonis bila ada dukungan dari anggota sehingga keberlangsungan organisasi dapat di jaga.

Pelajaran  kelima
Ketika seekor angsa sakit atau terluka, maka dua angsa yang lain akan ikut keluar dari formasi dan terbang turun untuk membantu dan melindungi angsa yang sedang sakit atau kelelahan. Mereka akan tinggal dengan angsa itu sampai ia mati atau dapat terbang lagi.

Pelajaran yang dapat kita peroleh dari fakta ini adalah: kalau kita punya perasaan, setidaknya seperti seekor angsa, kita akan tinggal bersama sahabat dan sesama kita dalam saat-saat sulit mereka, sama seperti ketika segalanya baik adanya. Baik suka maupun  dukha. Senang maupun sedih. Inilah yang disebut dengan sahabat sejati.Niti Sataka sloka 65 dijelaskan definisi seorang sahabat sejati yaitu:
  “dia yang menghentikan kita dari perbuatan dosa dan mengajak berbuat baik serta dalam kesulitan mereka tidak meninggalkan dan selalu siap menolong”5.
Filosofi menolong adalah saat ada orang lain yang menolong Anda jangan langsung membalasnya kepada orang tersebut, melainkan tolonglah, bantulah  orang lain dengan demikian, kebaikan tidak akan berhenti pada dua orang saja,tetapi akan terus berlanjut dan menyebar ke lebih banyak orang.

Umat sedharma yang berbahagia…..
Kesimpulannya ada beberapa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kehidupan hewan yang bernama angsa antara lain:
angsa mengajarkan nilai kesucian, nilai kebijaksanaan, nilai kebersamaan, nilai kerjasama, pendelegasian wewenang  dan saling tolong menolong antar sesama. Kehidupan ini hendaknya diusahakan dengan kebaikan jangan sampai hidup diisi dengan nrsansa(baca-nrcangsa)6 yaitu hidup yang mementingkan dirisendiri atau egois.

Demikianlah dharmawacana kali ini, semoga ada manfaatnya. Saya akhiri dengan sebuah pantun:

Ke Bekasi beli durian
Beli map di Pancoran
Trimakasih atas perhatian
Mohon maaf atas kekurangan

Om Shanti Shanti Shanti Om.
  
Catatan Belakang :
  1. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan oleh  I Made Titib, Paramita Tahun1998 hal 635
  2. Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip oleh I Made Titib,Pustaka Mitra Jaya Tahun2003 hal 250.
  3. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan oleh  I Made Titib, Paramita Tahun1998 hal 633
  4. Bhagawad Gita (Pancamo Veda) oleh G. Puja MA,SH, Paramita Tahun 2005 hal 85.
  5. Niti Sataka terjemahan dan penjelasan Dr. Somvir hal. 42.
  6. Sarasamuccaya  oleh I Nyoman Kajeng ,dkk,Paramita Tahun 2003 hal 57.
  • Naskah Lomba Penyuluh Berprestasi Tk. Nasional Di Hotel Kartika Chandra Jakarta pada tanggal 22-24 Juli 2013.
  • Penulis ( Wayan Alit Sudarma,S.Ag.) adalah Penyuluh Agama Hindu pada Kemenag Provinsi Nusa Tenggara Timur. Way_sudarma@yahoo.co.id


PURA GIRI KERTA BHUWANA KUPANG

Pura Agung Giri Kertha Bhuwana  Kolhua Kupang, merupakan salah satu pura yang menjadi kebanggaan umat Hindu di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kabupaten/Kota Kupang. Pura ini dibangun sejak Bulan Oktober 2000, dimulai dari persiapan, pembersihan, dan perataan/pematangan area pura.
Pada awalnya, pengembang Perumahan Lopo Indah, menghibahkan lahan yang berada di Kelurahan Kolhua, di sekitar perumahan Lopo Indah Permai kepada umat Hindu untuk tempat ibadah. Hal ini disikapi oleh umat yang berada di komplek perumahan Lopo Indah dengan mengadakan rapat yang saat itu dihadiri oleh Pinandita Drs. IGM. Putra Kusuma, M.Si. yang kebetulan bliau ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua PHDI NTT, dan pinandita bapak I Dewa Ketut Alit Swastama. Hasil pertemuan tersebut menyepakati untuk membangun sebuah pura. Selanjutnya, kesepakatan tersebut  disampaikan ke Ketua PHDI NTT Bapak I Nyoman Kusumanata, dan ketua PHDI NTT pun menyambut baik gagasan tersebut. Kemudian dibentuklah suatu Panitia Pembangunan, diketuai oleh Bapak Nyoman Mastu, B.Sc., yang bertugas untuk menggalang dana, dan pembangunan pura dimaksud. Selanjutnya, pengurus PHDI NTT dan Panitia Pembangunan, serta umat, bersima krama dengan Bapak Mangku Pastika, sebagai Kapolda NTT yang baru saja dilantik. Pada saat itu disampaikan gagasan tentang pembangunan pura di atas area lahan hibah dimaksud, dan gagasan tersebut sangat disetujui, bahkan  Bliau menyanggupi untuk mepunia Padmasana. Mulai saat itu, umat saling bahu membahu bergotong royong untuk pematangan lahan.
Pembangunan Padmasana  dimulai pada Tanggal 15 Maret 2001, dan secara bertahap pembangunan pura terus berlanjut. Akhirnya, atas tuntunan  Brahman, Ida Sang Hyang Widhi, serta partisipasi yang begitu besar dari warga Hindu di Kabupaten/Kota Kupang, yang didukung pemerintah pusat melalui Ditjen Bimas Hindu Kemenag RI, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Kabupaten/Kota Kupang, serta para dermawan yang budiman, akhirnya pembangunan Pura Agung Giri Kertha Bhuwana, yang berdiri di atas lahan seluas 3.101 m2 (bersertifikat) telah dapat diselesaikan secara keseluruhan pada awal Tahun 2008. Pura ini terdiri atas 3 bagian, yaitu  Area Utama Mandala (Jeroan) yang di atasnya terdapat bangunan Padmasana, Pengrurah, Pepelik, Bale Pawedan, dan Gedong Penyimpanan.
Jadi Pura Giri Kertha Bhuwana, berarti sebuah tempat suci (merupakan linggih/stana  Brahman, Ida Sang Hyang Widhi) yang utama (mulia) berada di atas bukit/gunung yang dapat memberikan rasa ketentraman, kesentausaan, dan kesejahteraan lahir dan banthin bagi umat manusia, khususnya umat Hindu, baik dalam bhuwana alit, maupun bhuwana agung.
Area Madya Mandala (Jaba Tengah), berdiri bangunan Bale Kulkul, Bale Pertemuan, dan Apit Lawang, dan Area Nista Mandala (Jaba Sisi), ada sebuah bangunan yang berfungsi sebagai dapur, kamar mandi, ruangan penjaga pura. Area Mandala Utama dengan Area Jaba Tengah dipisahkan oleh bangunan Kori Agung
Sedangkan Area Jaba Tengah dengan Area Jaba Sisi, dipisahkan oleh bangunan Candi Bentar. Pura Agung Giri Kertha Bhuwana mengandung arti sebagai berikut:
  • Pura, adalah tempat suci umat Hindu yang merupakan stana (linggih, tempat) Brahman, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan merupakan kebutuhan spiritual umat Hindu didalam menghaturkan dharma bhaktinya kepada sang pencipta,
  • Agung, berarti utama, besar, dan mulia,
  • Giri, berarti gunung,
  •  Kertha, berarti tentram, sejahtera, aman, dan sentosa, dan Bhuwana, berarti alam jagad raya.
Jadi Pura Giri Kertha Bhuwana, berarti sebuah tempat suci (merupakan linggih/stana  Brahman, Ida Sang Hyang Widhi) yang utama (mulia) berada di atas bukit/gunung yang dapat memberikan rasa ketentraman, kesentausaan, dan kesejahteraan lahir dan banthin bagi umat manusia, khususnya umat Hindu, baik dalam bhuwana alit, maupun bhuwana agung.

Sebagai suatu pura yang telah selesai dibangun secara lengkap, maka sudah sepatutnya sebelum difungsikan sesuai dengan peruntukannya, perlu dilakukan suatu upacara Ngenteg Linggih (ngenteg berarti mengukuhkan, dan linggih berarti tempat atau stana). Ngenteg Linggih dapat diartikan sebagai suatu upacara untuk menyucikan, mensakralkan, menstanakan, Nyasa tempat pemujaan terhadap Brahman, Ida Sang Hyang Widhi, atau Ngenteg linggih merupakan suatu upacara untuk memulai menstanakan Ida Sang Hyang Widhi di Pura Agung Giri Kertha Bhuwana Kolhua Kupang. Melalui karya Ngenteg Linggih, akan memberikan motivasi, rasa memiliki yang besar bagi umat Hindu (pengemponnya), serta dapat terjalin hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horisontal (Tri Hita Karana: hubungan antara manusia, manusia dengan lingkungannya, dan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi). Tujuan dilaksanakannya Karya Ngenteg Linggih tersebut adalah untuk menyucikan, menstanakan linggih Brahma, Ida Sang Hyang Widhi di Pura Agung Giri Kertha Bhuwana scara sekala dan niskala. Selanjutnya dapat diharapkan vibrasi kesucian pura akan semakin meningkat dan dapat memberikan rasa nyaman, rahayu, sejahtera lahir dan banthin bagi seluruh umatNYA.
Puncak Karya Ngenteg Linggih  dilaksanaan pada hari Sabtu, Tanggal 7 Juni 2008 (Saniscara Umanis Watugunung) bertepatan dengan hari raya Saraswati, tetapi runtutan kegiatannya sudah dimulai sejak Tanggal 4 Mei 2008, yaitu pada saat ‘nuwasen karya’ (hari baik memulai persiapan pelaksanaan karya), sampai penyelenggaraan karya enam (6) bulan berikutnya, yaitu pada Hari Sabtu, 3 Januari 2009.  Karya Ngenteg Linggih ini, dipuput oleh Sulinggih/Pandita  IDA PEDANDA GDE PANJI SOGATA
 Peresmian secara skala, dilakukan oleh Gubernur NTT pada Tanggal 7 Juni 2008 pada pagi hari Jam 08.00-11.30 Wita, dihadiri oleh Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama Republik Indonesia, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Wakil Walikota Kupang, Wakil ketua DPRD Kota Kupang, Kakanwil Departemen Agama Prov. NTT, Uskup Agung Kupang, Sekretaris Keuskupan, Ketua MUI Provonsi NTT, PHDI Provinsi NTT, Muspida Provinsi, Kabupaten, dan Kota Kupang, para rohaniawan, tokoh-tokoh masyarakat di lingkungan BTN Kolhua Kupang, seluruh umat Hindu di Kabupaten dan Kota Kupang.

Dalam sambutannya, Ditjen Bimas Hindu Kemenag RI (yang dibacakan oleh Direktur Bidang Pendidikan, Drs I Made Sujana) mengharapkan kepada umat se dharma agar terus melakukan kegiatan keagamaan di pura ini agar dapat memaksimalkan fungsinya sebagai tempat peribadatan. Pura Agung Giri Kertha Bhuwana ini, juga pura-pura lainnya, harus mampu menjadi benteng moral dalam menangkal dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi, karena pura sebagai tempat untuk memohon kekuatan kepada Brahman/Hyang Widhi Wasa agar terhindar dari segala godaan duniawi. Selain itu, Dirjen juga berharap agar dapat difungsikan sebagai tempat kegiatan pendidikan agama dan keagamaan, dan tempat melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Sementara itu, Gubernur dalam sambutannya (yang dibacakan oleh Asisten III Setda Prov. NTT, Drs. Simon P. Mesah, M.Si) menyatakan kiranya tempat suci ini  dapat dimanfaatkan oleh segenap umat Hindu di Kabupaten/Kota Kupang untuk dapat melaksanakan sembahyang dan upacara-upacara keagamaan, serta dapat dimanfaatkan sesuai kegunaan dan fungsinya. Kepada umat Hindu Gubernur berharap kiranya dapat terus membina kerukunan  demi  kebersamaan menuju kesejahteraan masyarakat. Hubungan sosial dengan umat lain senantiasa dijaga, sehingga tercipta keharmonisan dan ketentraman Peresmian pura ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pemukulan gong. Usai peresmian, undangan diberi kesempatan untuk meninjau lokasi dan bangunan pura  dan selanjutnya dilakukan penanaman beberapa pohon di pelataran pura oleh Gubernur NTT, wakil Walikota Kupang, Ketua DPRD Kota Kupang, Ketua PHDI Provinsi NTT disertai oleh Uskup Agung Kupang, dan Ketua MUI Provnsi NTT.
Sumber:
Laporan Panitia Ngenteg Linggih Pura Giri Kertha Bhuwana Kolhua Kupang, 2008
I GM. Putra Kusuma, Tokoh Umat, Ketua PHDI Prov. NTT

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites