Tanpa diketahui Sabha Pandita dan Sabha Walaka, Pengurus Harian PHDI 
Pusat mendaftarkan Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai ormas 
Perkumpulan di Kementrian Hukum dan HAM. Parisada kini tak lagi berupa 
majelis seperti MUI, KWI, PGI atau Walubi, namun seperti Ansor atau 
Front Pembela Islam. 
   
Perubahan status Parisada Hindu Dharma Indonesia dari majelis ke 
organisasi masyarakat -- dalam hal ini yang dipakai istilah perkumpulan 
-- diketahui dalam Pesamuhan Sabha Pandita yang mendahului Pesamuhan 
Parisada di Swiss Belhotel Palangka Raya, 22 Februari lalu. Adalah Ida 
Pandita Mpu Jaya Acharyananda, wakil dharma adyaksa, yang menanyakan hal
 itu. Perubahan itu tercantum dalam draf keputusan pesamuhan yang 
merekomendasikan penegerian UNHI Denpasar.
Sebelum Dharma Adyaksa Ida Pedanda Sebali Tianyar Arimbawa menjawab, 
Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda menambahkan bahwa perubahan ini 
merupakan sejarah baru dalam perjalanan Parisada yang dilahirkan lewat 
Piagam Campuan Ubud 1959. Pada saat kelahirannya Parisada berbentuk 
Majelis Umat, seperti halnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konperensi 
Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan 
sejenisnya. Majelis umat tidak mempunyai anggota terdaftar yang 
dinyatakan dengan kartu anggota. Dengan didaftarkannya sebagai ormas 
Perkumpulan, maka Parisada harus memiliki anggota seperti halnya 
perkumpulan yang lain. “Jadi, ini sama dengan ormas yang berupa partai 
politik atau ormas yang serupa perkumpulan lain seperti Front Pembela 
Islam dan sejenisnya. Apakah dalam hal ini Dharma Adyaksa dan Sabha 
Pandita tahu?” tanya Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda.
Ternyata Ida Pedanda Sebali menyatakan tidak tahu. Begitu pula Ketua 
Sabha Walaka Putu Wirata Dwikora tak tahu soal perubahan itu. “Nanti 
kita minta klarifikasi dari Pengurus Harian,” jawab Dharma Adyaksa.
Namun, selama berlangsungnya Pesamuhan Agung Parisada di Palangka Raya 
itu, hal ini tak pernah dijelaskan oleh Pengurus Harian. Ternyata 
peserta pesamuhan juga tak banyak yang mempersoalkan karena tak tahu apa
 resiko dari perubahan ini. Apalagi jalannya pesamuan tidak mulus dan 
tak sempat peserta memikirkan perubahan itu.
Ternyata perubahan itu benar adanya. Hal ini menjadi jelas karena ada 
dalam laporan yang dibacakan oleh Ketua Umum PHDI Pusat Mayjen TNI 
(Purn) S. N. Suwisma. Perubahan dari majelis menjadi ormas dengan 
mengambil kelompok perkumpulan itu dilakukan oleh Pengurus Harian PHDI 
Pusat hasil Mahasabha di Hotel Bali Beach Sanur bulan Oktober 2011. 
Pengurus Harian ini cepat bergerak dengan mendaftarkan Parisada menjadi 
ormas (organisasi masyarakat), menghilangkan identitas majelisnya. Tidak
 disebutkan kapan permohonan itu diajukan, namun yang jelas pemerintah 
cepat menyetujui dengan keluarnya surat pengesahan dari Menteri Hukum 
dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-101.AH.01707 Tahun 2012 pada tanggal 8 
Juni 2012. Pengesahan itu langsung diumumkan pada Tambahan Berita Negara
 tanggal 4/12-2012 No. 97-53/Perk/2012.
Suwisma dalam laporan itu menyebutkan, alasan perubahan status dari 
Majelis ke ormas Perkumpulan ini agar Parisada berbadan hukum sehingga 
dalam kedudukannya sebagai subyek hukum dapat mendirikan yayasan.
Rupanya, perubahan status ini untuk mengejar target penegerian UNHI 
Denpasar, yang melanggar ketentuan Mahasabha Parisada yang tidak setuju 
ada penegerian UNHI karena yang disebut perguruan tinggi Hindu itu 
adalah IHDN Denpasar saat ini. Justru seharusnya IHDN Denpasar yang 
ditingkatkan statusnya menjadi Universitas Hindu Negeri seperti halnya 
IAIN (Institut Agama Islam Negeri) di seluruh Indonesia sudah 
ditingkatkan statusnya menjadi Universitas Islam Indonesia.
Entah kenapa UNHI ngotot minta dinegerikan dan Parisada -- dalam hal ini
 Pengurus Harian -- memberikan lampu hijau bahkan ikut memperjuangkan. 
Perjuangan itu pun dengan keblablasan dengan mengubah format Parisada 
dari Majelis Agama menjadi Ormas Agama dengan sebutan Perkumpulan.
Nah, kembali menyimak laporan Ketua Umum Parisada yang disampaikan pada 
Pesamuhan Agung di Palangka Raya itu, dengan bentuk Parisada sebagai 
badan hukum, kemudian didirikan Yayasan Pendidikan Widya Kerti. Parisada
 menyebutkan, kepengurusan Yayasan Pendidikan Widya Kerti ini untuk 
pertamakalinya ditetapkan oleh Parisada Pusat dengan menempatkan Ketua 
Umum secara exs-officio menjadi Ketua Dewan Pembina. Gerak cepat pun 
dilakukan oleh ormas Perkumpulan Parisada ini dengan mendaftarkan 
yayasan itu ke pemerintah, lalu keluar surat pengesahan dari Menteri 
Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Keputusan Nomor AHU-5449. AH.01.04 
Tahun 2012 tanggal 4 September 2012. Pengesahan ini dimuat pada Tambahan
 Berita Negara RI Tanggal 4/12-2012 No. 97-146/AD/2012. Ketua Yayasan 
dijabat oleh Prof. Doktor Ida Bagus Gunadha, staf pengajar di UNHI 
Denpasar.
Tentu saja ini aneh dan rekayasa. Bagaimana mungkin Yayasan Widya Kerti 
dinyatakan baru berdiri “untuk pertamakalinya” pada 2012, padahal 
yayasan itu sudah mendirikan UNHI sejak lama. Tentu aneh bin ajaib jika 
UNHI sudah puluhan tahun ada tetapi yayasan yang mendirikannya baru ada 
tahun 2012.
Selain keanehan itu, Yayasan Widya Kerti yang memang dibentuk oleh 
Parisada, Ketua Dewan Pembinanya selalu Dharma Adyaksa sebagai 
ex-officio, karena Dharma Adyaksa adalah ketua Sabha Pandita sementara 
dalam organ Parisada sebagai Majelis Umat, Sabha Pandita punya kedudukan
 tertinggi. Dalam Piagam Campuan disebutkan, yang bernama Parisada itu 
adalah kumpulan pada pandita, pengurus harian hanya pelaksana.
Perubahan status dari Majelis ke Perkumpulan ini serta merta membuat 
Pesamuhan Agung Parisada di Palangka Raya penuh dengan “nuansa ormas”. 
Ketika rombongan pendeta datang dari Bali, di depan loby hotel disambut 
dengan poster: “Yang Tak Setuju UNHI Menjadi Negeri adalah Pengkhianat”.
Sidang-sidang pun penuh dengan gejolak. Berkali-kali ada pimpinan sidang
 yang menyatakan walk-out, tapi kemudian dibujuk-bujuk lagi untuk 
kembali. Bahkan nyaris terjadi adu jotos. Beberapa anggota Sabha Pandita
 meninggalkan sidang karena merasa malu dengan suasana seperti itu. “Ini
 memang resiko menjadi ormas, meskipun itu ormas keagamaan. Lihat saja 
HMI, FPI, Ansor dan lainnya, kongresnya pasti juga ribut. Ini biasa. 
Sebaiknya Parisada dikembalikan menjadi Manjelis,” kata Ida Pandita Mpu 
Jaya Prema Ananda.
Pada akhirnya, hasil pesamuhan tetap belum meloloskan UNHI menjadi 
negeri, setelah Sabha Pandita memberi arahan. Perlu dibawa ke Mahasabha.
Disadur sesuai dengan aslinya dari: http://majalahhinduraditya.blogspot.com/2013/03/parisada-berubah-menjadi-ormas.html 



 






0 komentar:
Posting Komentar
Kami sangat berterima kasih kepada Anda yang berkenan menyampaikan komentar