Rabu, 07 Agustus 2013

Selingan: Alangkah Lucunya Orang Bali

Blog atau situs suatu lembaga biasanya berisi hal-hal yang diatur sedemikian rupa supaya lembaga yang bersangkutan terkesan hebat. Banyak contoh, lihat saja situs-situs lembaga lain. Kalau bukan menampilkan yang bernuansa pencitraan, isinya pasti serius. Saking seriusnya, orang menjadi sulit memahami, sesungguhnya yang ingin dikuomunikasikan itu apa? Blog ini mengenai organisasi Hindu, karena itu mungkin tidak harus hanya berisi tulisan mengenai Hindu. Sambil menunggu ada kontribusi umat (mudah-musahan ada yang terpanggil melakukan jnana yadnya), kami menampilkan tulisan dari blog/website lain, tentunya yang senuansa. Dan dari tulisan yang kami pilih, berikut ini adalah tulisan untuk menertawakan diri sendiri.

Lucu itu pembawaan, tak bisa dipaksakan. Tidak banyak orang yang fasih melucu. Kebanyakan orang gigih mencoba melucu, justru jadinya tidak lucu. Kalaupun kemudian ada yang tertawa, yang ditertawakan adalah ketidaklucuan itu. “Kasihan deh lu…!”, celetuk orang-orang.

Tetapi, orang Bali beda. Selain dikenal sebagai bangsa sederhana, terbuka, melontarkan pendapat apa adanya, orang Bali juga dikenal punya bakat besar untuk melucu. Orang Bali yang sering kumpul-kumpul dengan rekan-rekan mereka dari suku lain di tanah air, pasti pernah mengalami, betapa mereka diharapkan menjadi pengocok perut dalam pertemuan itu. Agar suasana jadi santai dan yang hadir bisa tertawa terpingkal-pingkal. Orang Bali dianggap memiliki takdir untuk menjadikan suasana hangat dan bersahabat.

Logat orang Bali berbahasa Indonesia, misalnya, hampir selalu dianggap lucu. Logat mereka udik, lugu, mengundang gelak tawa dan kasihan, namun membuat pendengarnya menjadi senang dan segera akrab. Tak sedikit orang akhirnya menjalin persahabatan dengan orang Bali berkat bakat lucu itu. Mungkin, kelucuan itu bersumber dari watak orang Bali yang, konon, suka tersenyum, rendah hati, dan terbuka dengan siapa saja. Bukankah senyum merupakan bibit tawa?

Pelancong-pelancong dari Jakarta atau Bandung yang senang memanfaatkan jasa sopir orang Bali ketika mereka dolan ke objek wisata, senantiasa terkesan oleh kelucuan dan keluguan sopir-sopir itu. Sopir yang merangkap pemandu wisata itu sering memberi layanan dan penjelasan tentang objek yang dikunjungi disertai cerita-cerita lucu dan guyonan-guyonan segar. Kemudian pelancong itu menyarankan kepada rekannya yang hendak liburan ke Bali untuk menggunakan jasa sopir lucu itu. “Lu cari aja Pak Ketut, sopir yang suka melucu itu. Nich… nomor hape-nya!”

Belakangan, predikat lucu bagi orang Bali kian melebar dan beragam. Tidak lagi lucu dalam arti sesungguhnya, tetapi lucu sebagai sebuah sindiran. Misalnya, orang Bali dikenal sangat suntuk dan khusuk kalau ada upacara di pura atau kegiatan adat dan keagamaan. Tak lama kemudian, mereka juga asyik bermain ceki atau domino. Ini dianggap lucu oleh pelancong-pelancong, ketika mereka diajak menyaksikan odalan di sebuah pura desa. “Lucu ya!?”, ujar pelancong itu. “Bersujud dan berbakti, tetapi juga berbuat dosa sekaligus. Ha, ha, ha !" Sopir orang Bali itu juga ikut tertawa. Benar-benar lucu. Lucunya dobel; peristiwanya lucu, kisahnya pun tak kalah lucu.

Orang Bali lucu tidak hanya bisa disaksikan dalam pertunjukan drama-gong. Ada orang Bali yang lama di Jakarta berkomentar, “Bali itu memang sudah habis-habisan lucu, lebih lucu dari pentas drama-gong.” Ia menyebut begitu gigih orang Bali mempertahankan agar Bali tetap Bali (Ajeg Bali). Mereka mencermati perkembangan tempat-tempat tujuan wisata. Apalagi jika pembangunan wisata itu menyangkut kawasan suci. Tapi, mereka kemudian bersilang pendapat antara setuju dan menolak. Ini tergolong lucu, karena selalu terjadi seperti itu, berulang kali. Yang kemudian menjadi lebih lucu, orang Bali tak mau belajar dari pengalaman. Rencana pemanfaatan ratusan hektar hutan dan Danau Buyan untuk bisnis hiburan industri pariwisata, juga bisa dijadikan contoh, betapa Bali memang sungguh-sungguh lucu. Pejabat yang berwenang memberi izin, begitu mendengar hasrat investor hendak mencaplok kawasan danau itu, sepantasnya langsung menolak. Jika investor tetap melangkah, pejabat itu semestinya berang. Tetapi yang terjadi, si pejabat yang notabene adalah orang Bali, justeru memberi ijin. Maka bukan hanya orang Bali sopir, orang Bali pejabat juga lucu.

Kelucuan-kelucuan di Bali memang sudah berhamburan. Ketika tanah-tanah di kawasan suci Pulau Serangan, tempat keberadaan Pura Sakenan, dicaplok investor, orang Bali marah besar. Tapi, tatkala investor memperluas pulau suci itu, membangun jembatan untuk menghubungkannya dengan daratan Denpasar Selatan, orang Bali senang. Mereka girang, karena bisa langsung naik motor atau mobil ke Pura Sakenan, tak usah lagi naik jukung. Tidakkah ini super-lucu? Sebuah keluarga menghabiskan puluhan juta rupiah untuk menyelenggarakan upacara ngenteg linggih di sanggah, tapi si ayah menolak membiayai sekolah anaknya kuliah. “Untuk apa kuliah, toh tamat nanti susah cari kerjaan. Berlayar saja, kerja di kapal pesiar, duitnya banyak!”, hardik si bapak. Si anak lanang menangis, karena ia cinta ilmu dan benci jadi jongos. Bagi si bapak, tidak ada orang Bali yang bekerja sebagai pembantu, yang ada adalah bekerja di kapal pesiar dan mengirim duit banyak, untuk digunakan 'maceki' dan 'matajen'. Ini contoh menyedihkan, tetapi lucu.

Banyak tempat keramat, dekat kuburan misalnya, yang dulu lengang, kini dipadati penghuni. Pelopor hunian itu adalah kaum pendatang. Orang Bali awalnya marah karena tempat keramat, menyalahai tri hita karana. Tapi, lambat laun, orang Bali juga ikut membangun warung atau toko, berebut rezeki di wilayah itu. Lucu. Orang Bali itu pun bekerja giat, meniru kegigihan para pendatang. Ia jadi sibuk, tak sempet lagi bikin canang. Ia pun berlangganan canang untuk sesaji sehari-hari. Karena punya banyak duit, ia beli kulkas besar. Dan canang-canang dimasukkan ke kulkas itu agar tetap segar. Dulu, ini aneh dan lucu, sekarang tidak lagi. Sudah lazim. Mereka menganggap dewa-dewi, bhatara-bhatari, layak juga menikmati “santapan” dingin.

Masih banyak lagi contoh untuk menunjukkan betapa orang Bali itu sungguh-sungguh lucu. Satu per satu, sehari-hari, bisa disaksikan betapa mereka berlomba-lomba untuk menjadi lucu. Kalau Bali menerus lucu, tentu tiada henti ia akan ditertawakan orang. Apalagi, di tengah-tengah menjadi bahan tertawaan orang, orang Bali justeru menjadi bangga, merasa dikagumi bahwa dirinya lucu. Ha-ha!

Disadur dengan sedikit perubahan kata-kata dari:  http://nakbalibelog.wordpress.com/2012/08/20/alangkah-lucu-orang-bali/

0 komentar:

Posting Komentar

Kami sangat berterima kasih kepada Anda yang berkenan menyampaikan komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites