Senin, 07 April 2014

DASYATNYA DOA




Selain lebih mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang Widhi, rajin berdoa juga mampu meningkatkan keimanan. Bibit sifat baik akan berkembang dan keseimbangan hidup pun terjadi.
Dengan berdoa, batin tenang, timbul rasa damai, lebih bijaksana, tentram, dan keberuntungan pun mewarnai kehidupan. Sayangnya, sadar atau tidak, kita sering lalai atau lupa berdoa. Entah apa alasannya.
Berdoa merupakan cara manusia berkomunikasi dengan Tuhan. Intinya, kita ingin lebih mendekatkan diri, mengucap syukur, berterima kasih, memohon bimbingan, keselamatan, dan berkah. Mungkinjuga, berdoa digunakan sebagai sarana memohon pengampunan atas dosa yang masih membelenggu diri.
Tak jarang pula, doa yang disampaikan diperuntukkan bagi orang-orang yang dikasihi, memohonkan pengampunan bagi mereka yang telah berbuat jahat, semena-mena, melakukan ketidakadilan terhadap diri kita. Coba bayangkan, ternyata kita berdoa untuk berbagai atau begitu banyak keperluan.
Apapun tujuan atau wujud doa yang disampaikan, berdoa sebenarnya upaya kita memperbaiki serta memperkokoh hubungan batin dengan Tuhan. Jika berdoa hanya untuk simbolis atau angan-angan, ini dapat diibaratkan seperti sehelai tali plastik tipis sehingga tinggal menunggu waktu rusak dan akhirnya putus. Tetapi bila berdoa dijadikan suatu kewajiban bagian utama bagi kehidupan, tali plastik tipis dan rentan itu pun perlahan-lahan dan pasti berubah menjadi tali baja yang kokoh dan kuat.
Apa yang didapatkan usai berdoa? Kedamaian atau ketenangan hati yang tak dapat dibayar atau dibeli dengan uang. Dengan demikian, kedamaian atau ketenangan hati merupakan kondisi karena kita berdoa. Hanya itu saja? Tentu tidak.
Kedamaian atau ketenangan hati yang kita dapatkan setelah berdoa tidak akan hilang atau lenyap begitu saja. Sebaliknya, ia menetap dan bersemayam di lubuk hati paling dalam. Bila diibaratkan dengan menanam pohon, berapa kali kita berdoa setiap han berarti telah tertanam sekian banyak pohon. Dan waktu ke waktu, jumlahnya semakin banyak dan akhirnya mampu menjadi pohon peneduh kedamaian dan ketenangan batin bagi diri kita.
Dalam beberapa kitab suci dinyatakan, doa Gayatri Mantra itu sebagai “Ibu” Mantra. Mengapa? Menurut lontar Bisma Parwa, penerima wahyu pertama Gayatri Mantra adalah Maha Rsi Wiswamitra. Gayatri Mantra merupakan mantra weda yang sangat mulia. Mantra ini berjumlah 24 huruf.
Ada 19 kategori tentang sesuatu atau benda yang bergerak maupun tidak bergerak di dunia ini. Jika ditambahkan dengan lima unsur panca maha butha maka terbentuklah 24 huruf Gayatri Mantra yang mencakup seluruh Alam Semesta. Sewaktu teijadi pertempuran Tri Pura Dahana, pertempuran antara para Dewa dengan raksasa, Dewa Siwa menggantungkan bait-bait suci ini di atas keretanya untuk dipakai sebagai pelindung (kober).
Tertera pada lontar Nawama Skandha Dewi Bhagawatha, jika seseorang melantunkan doa Gayatri Mantra secara terus-menerus, dia akan dibebaskan dari semua dosa-dosanya. Mekanisme cara pengucapannya dengan menggunakan karamala (hand rosary) yang terbuat dan biji bunga teratai putih.
Pada zaman Adi Parwa, ada danawa (asura) bernama Aruna memiliki kerajaan Patala (bumi bawah). Dia melakukan tapa sangat berat. Sewaktu bertapa, mantra yang selalu diucapkan adalah Gayatri Mantra dengan waktu sangat lama. Begitu khusyuk ia bertapa sehingga Dewa Brahma menganugerahkan kesaktian. Aruna tidak bisa mati di medan peperangan.
Karena diberi kesaktian tersebut, Aruna menjadi sombong dan arogan. Dia pergi meninggalkan kerajaannya yang berada di bumi bawah, lalu muncul ke permukaan bumi dan menantang kesaktian Dewa Indra. Para Dewa mengutus Rsi Brhaspati (pendeta para dewa) meminta atau menarik Gayatni Mantra yang merupakan kesaktian Aruna.
Akhirnya Dewi Gayatri mengirimkan ribuan tawon buat menyerang membinasakan Aruna. Aruna pun terbunuh bukan dengan senjata, melainkan karena serbuan tawon.
Satya Narayana berpesan: “biasakanlah bangun pagi dengan mengingatkan pikiran pada motto: “Tidur lebih awal dan bangun lebih pagi membuat manusia sehat, makmur, dan bijaksana”. Bangunlah pada saat Brahma muhurtham (jam 03.00 – 06.00 pagi) untuk berdoa. Ini dianggap sebagai waktu Brahma dan waktu paling suci.
Satya Narayana menambahkan lagi, siapa pun yang mengingat Tuhan pada saat menjelang ajal dengan napas terakhir, siapa pun yang mengucapkan nama Tuhan di bibirnya sesaat sebelum mati, akan mencapai Brahman. Ia akan menyatu dengan-Nya. ini pernyataan Sri Krishna dalam Bhagavad Gita.
Seorang manusia yang lebih terikat pada dunia materi daripada Ilahi, tidak akan pernah menyebut nama Tuhan dengan napas terakhirnya. Untuk mengucapkan nama suci Tuhan, seluruh hidup kita harus menjadi sadhana yang disiplin dan pemuja yang baik, bukan hanya sesaat menjelang ajal.
Mulailah pada saat masih muda. Mulailah dari sekarang, jangan ada waktu terbuang percuma.

Dikutif dari: A.A. SG. Mas Sentani Dewi, peminat spiritual, tinggal di Denpasar, sesuai aslinya http://www.parisada.org

0 komentar:

Posting Komentar

Kami sangat berterima kasih kepada Anda yang berkenan menyampaikan komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites