Senin, 24 Februari 2014

MENCARI JATI DIRI DENGAN PENGETAHUAN SEJATI


Om Swastyastu,
Om Avighanam astu nama sidham,
Om pramo Dewai Saraswati,
Wajebhir najiwinati,
Dhinamawitryawatu.
[Tuhan yang dalam manifestasi sebagai Dewi Saraswati, Hyang yang maha agung,
semoga engkau memancarkan kekuatan rohani, kecerdasan pikiran, dan lindungilah
kami selama-lamanya]
Renungan kali ini mengulas bagaimana Mencari Jati Diri Dengan Pengetahuan Sejati, mengapa harus demikian? Seperti yang kita alami dan rasakan sendiri, dari awal kehidupan dunia selalu diawali dengan suatu proses kerja yang tiada terhenti dan terputus, sebab jika terhenti sedikit saja maka roda kehidupan pun akan ikut musnah. Tuhan yang adalah penguasa kehidupan ini tidak akan pernah dan sekalipun dapat  memejamkan matanya untuk kita, beliau terus bekerja dan belajar untuk dapat memahami dan menyenangkan semua ciptaannya, begitupun kita yang adalah ciptaan Tuhan yang tertinggi diharapakan untuk terus memompa diri, berbenah dan memperbaiki segala yang akan dilewati dan yang telah dilewati.karena di mata Tuhan tidak ada kata terlambat, (karena yang membuat kata terlambat adalah kita manusia), jika kita salah dalam melangkah, berbuat, bertindak, berkata dan lain-lain yang notabene telah menyakiti hati dan perasaanNya, Tuhan selalu  dan senantiasa membuka hati dan mengabulkan setiap keluh kesah, lain dengan kita manusia, jika telah sedikit melakukan kesalahan maka kata yang akan kita dengar adalah terlambat sudah atau bahasa gaulnya Lo gue and. Perlu kita sadari bahwa Tuhan tidak pernah melihat  siapa kita, dari mana asalnya, baik buruk, cantik jelek, kaya miskin, semua diporsikan sesuai dengan karma yang telah kita lakukan sendiri. Begitupun pribadi manusia, jika kita dapat mengetahui diri dan menemukan jati diri kita dengan jalan dharma maka karma yang akan kita dapatkan pastilah sesuai apa yang kita lakukan. Hal ini dipertegas dalam kitab Bhagavadgita III.19, yang berbunyi :
Tasmad asaktah satatam, karyam karma samacara, asakto hy acaran karma, param apnoti purusah.
[Oleh karena itu, laksanakanlah segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat (pada akibatnya), sebab dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan mencapai yang utama]
Di sini pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dinyatakan sebagai mengungguli kegiatan kerja yang dilakukan dengan semangat pengorbanan, sedangkan kegiatan ini saja sudah lebih tinggi dari pada kegiatan kerja yang dilakukan dengan tujuan pamrih, bahkan roh-roh yang terbebaskan sekalipun masih tetap bekerja sebagai kegiatan yang muncul dengan sendirinya. Yogavasistha menyatakan
Yang mengetahui atman tidak mengharapkan sesuatupun yang harus dicapai, baik dengan melakukan kerja maupun tidak, oleh karena itu ia melaksanakan kegiatan kerja tanpa keterikatan apapun.
Dalam Bhagavadgita pun, Sang Krisna mengajarkan bahwa:
bila engkau mengembangkan pengetahuan spiritual, maka segala ketidaktahuan, kesulitan, kesusahan, dan kesedihanmu  akan lenyap
Demikian hal ini akan selalu terpatri dalam benak kita, dimana selama kita masih menyamakan sang diri dengan tubuh/badan maka kita akan selalu mengalami kesulitan dan kesedihan, sebab hal utama kita memperoleh tubuh/badan ini adalah untuk mendapatkan, melakukan kegiatan kerja yang memungkinkan kita menuai hasil dari perbuatan yang lampau.
Kita sering kali terjebak dalam suasana keterikatan pada sesuatu dan ketidaksenangan atau penolakan terhadap yang lain, karena pada hakekatnya kita manusia memiliki sifat mendua, dan yang menjadi sumbernya adalah ketidaktahuan kitalah yang telah diselimuti oleh selubung hitam yang telah menutupi pengetahuan kesejatian kita. Kita pun telah lupa dan tidak menyadari akan keEsaan seluruh makhluk Tuhan dan jika ingin terbebas dari ketidaktahuan ini, kita harus mendapatkan pengetahuan diri karena satu-satunya jalan untuk menghilangkan kegelapan dan kebodohan adalah pengetahuan terang pada diri/atman yang sejati.
Contoh sederhana yang ada pada diri kita, yakni mata kita yang merupakan sumber untuk kita dapat mengetahui segala keindahan dan keagungan dunia, dengan daya penglihatan pastinya akan terhalangi tatkala ada debu/mata kita katarak, maka dapatlah dipastikan bahwa kita tidak dapat melihat dengan sempurna namun dengan melakukan pengobatan dan operasi maka penglihatan kitapun akan pulih kembali, demikian diri kita jika terus diperbaharui dengan pengetahuan spiritual maka segala kegelapan pikiran akan lenyap, seperti halnya matahari akan masuk denga leluasa bersinar dalam kamar yang sempit jika jendela/gorden dibuka, demikian sekaranglah saatnya kita membuka pikiran dan hati kita, mengolah atman /diri kita dengan pengetahuan sejati. Dengan terus bekerja dan belajar untuk mengetahui diri kita sendiri, maka kitapun akan belajar untuk menerima dan memahami setiap individu dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Bagi seorang wanita/perempuan indonesia akan sangat berbangga dan berterimakasih kepada seorang pahlawan wanita yang tiada henti terus bekerja, belajar dan membagi pengetahuan bagi kaumnya, serta  membawa kaumnya keluar  dari kegelapan pengetahuan, belia adalah Ibu Kartini, yang dikenal sebagai perempuan indonesia yang lembut dan bersahaja dengan pengetahuan diri dan budi pekerti yang mulia. Habis gelap terbitlah terang.
Dengan berpegang pada ilmu pengetahuan yang bersumber dalam sastra agama seperti Bhagavadgita, Sarasamuscaya dan lain-lain yang lahir dari akal (manah) dan budhi  akan mengiring manusia memperoleh keharuman nama, seperti yang tersimpul dalam Sarasamuscaya, 507:
Budhilabhaddhi purusah, sarvam tavam kilbisam, wipape labhate sattwam, sattwasthah samprasidam
[Orang bijaksana berakar pada ilmu pengetahuan, sifat satwamnya akan smakin tinggi, tidak dipengaruhi oleh sifat rajah da tamah, malhirkan pikiran yang baik dan mulia, tidak juga dipengaruhi oleh tresna (keterikatan duniawi) maka ia berjiwa suci bersih tidak terikat atau bebas dari karmaphala dan kemahsyuran tinggi)]
Renungan ini kiranya dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan sangat penting bagi manusia, karena dalam menjalani hidup didunia dari sejak lahir hingga  meninggal, maka tahap brahmacari merupakan landasan yang sehat jasmani dan rohani yang seimbang  yang dikuasai oleh budhi yang luhur untuk mencapai kebahagiaan dengan mempunyai pemahaman terhadap diri sendiri (Self Understranding) serta penerimaan diri (Self Acceptance) untuk melakukan segala tugas/karya dengan menggunakan indera/pikiran yang benar. Seperti  yang selalu diingat oleh Lima Pandawa dalam kisah Mahabaratha dalam kitab Itihasa, yakni:
Dengan pendidikan engkau mendapatkan pengetahuan, dengan pengetahuan engkau mendapatkan kepandaian, dengan kepandaian engkau mendapatkan kekayaan dan dengan kekayaan engkau akan memperoleh kemasyuran.
Semoga pengetahuan sejati akan diri, membawa kita untuk menemukan jati diri kita yang sebenarnya. Om Santih, Santih, Santih, Om.
Penulis:  Regina Sherly Pentau, S.Ag.,  Kepala Sekolah TK Saraswati Kupang

2 komentar:

thank's sangat membantu gan,,
ini dia nih yang kucari ijin share gan

terima kasih. semoga selalu damai

Posting Komentar

Kami sangat berterima kasih kepada Anda yang berkenan menyampaikan komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites